Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
PLTN adalah pembangkit tenaga listrik tenaga nuklir
yang merupakan kumpulan mesin untuk pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan
tenaga nuklir sebagai tenaga awalnya. Prinsip kerjanya seperti uap panas yang
dihasilkan untuk menggerakkan mesin yang disebut turbin.
Secara ringkas dan sederhana, rancangan PLTN terdiri
dari air mendidih, boild water reactor bisa mewakili PLTN pada umumnya, yakni
setelah ada reaksi nuklir fisi, secara bertubi-tubi, di dalam reaktor, maka
timbul panas atau tenaga lalu dialirkanlah air di dalamnya. Kemudian uap panas
masuk ke turbin dan turbin berputar poros turbin dihubungkan dengan generator
yang menghasilkan listrik.
Mengenal Cara Kerja dan Jenis-Jenis PLTN
Di dalam inti atom tersimpan tenaga inti (nuklir) yang
luar biasa besarnya. Tenaga nuklir itu hanya dapatdikeluarkan melalui proses
pembakaran bahan bakar nuklir. Proses ini sangat berbeda dengan pembakarankimia
biasa yang umumnya sudah dikenal, seperti pembakaran kayu, minyak dan batubara.
Besar energy yang tersimpan (E) di dalam inti atom adalah seperti dirumuskan
dalam kesetaraan massa dan energi olehAlbert Einstein : E = m C2, dengan m :
massa bahan (kg) dan C = kecepatan cahaya (3 x 108 m/s). Energinuklir berasal
dari perubahan sebagian massa inti dan keluar dalam bentuk panas. Dilihat dari
proses berlangsungnya, ada dua jenis reaksi nuklir, yaitu reaksi nuklir
berantai tak terkendali danreaksi nuklir berantai terkendali. Reaksi nuklir tak
terkendali terjadi misal pada ledakan bom nuklir. Dalam peristiwa ini reaksi
nuklir sengaja tidak dikendalikan agar dihasilkan panas yang luar biasa besarnya
sehingga ledakan bom memiliki daya rusak yang maksimal. Agar reaksi nuklir yang
terjadi dapat dikendalikan secara aman dan energi yang dibebaskan dari reaksi
nuklir tersebut dapat dimanfaatkan, maka manusia berusaha untuk membuat suatu
sarana reaksi yang dikenal sebagai reaktor nuklir. Jadi reaktor nuklir
sebetulnya hanyalah tempat dimana reaksi nuklir berantai terkendali dapat
dilangsungkan. Reaksi berantai di dalam reaktor nuklir ini tentu sangat berbeda
dengan reaksi berantai pada ledakan bom nuklir.
Sejarah pemanfaatan energi nuklir melalui Pusat
Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dimulai beberapa saat setelah tim yang dipimpin
Enrico Fermi berhasil memperoleh reaksi nuklir berantai terkendali yang pertama
pada tahun 1942. Reaktor nuklirnya sendiri sangat dirahasiakan dan dibangun di
bawah stadion olah raga Universitas Chicago. Mulai saat itu manusia berusaha
mengembangkan pemanfaatan sumber tenaga baru tersebut. Namun pada mulanya,
pengembangan pemanfaatan energi nuklir masih sangat terbatas, yaitu baru dilakukan
di Amerika Serikat dan Jerman. Tidak lama kemudian, Inggris, Perancis, Kanada
dan Rusia juga mulai menjalankan program energi nuklirnya.
Listrik pertama yang dihasilkan dari PLTN terjadi di
Idaho, Amerika Serikat, pada tahun 1951. Selanjutnya pada tahun 1954 PLTN skala
kecil juga mulai dioperasikan di Rusia. PLTN pertama di dunia yang memenuhi
syarat komersial dioperasikan pertama kali pada bulan Oktober 1956 di Calder
Hall, Cumberland. Sistim PLTN di Calder Hall ini terdiri atas dua reaktor
nuklir yang mampu memproduksi sekitar 80 juta Watt tenaga listrik. Sukses
pengoperasian PLTN tersebut telah mengilhami munculnya beberapa PLTN dengan
model yang sama di berbagai tempat.
Energi Nuklir
Untuk mendapatkan gambaran tentang besarnya energi
yang dapat dilepaskan oleh reaksi nuklir, berikut ini diberikan contoh
perhitungan sederhana. Ambil 1 g (0,001 kg) bahan bakar nuklir 235U. Jumlah
atom di dalam bahan bakar ini adalah :
N = (1/235) x 6,02 x 1023 = 25,6 x 1020 atom 235U.
Karena setiap proses fisi bahan bakar nuklir 235U
disertai dengan pelepasan energi sebesar 200 MeV, maka 1 g 235U yang melakukan
reaksi fisi sempurna dapat melepaskan energi sebesar :
E = 25,6 x 1020 (atom) x 200 (MeV/atom) = 51,2 x 1022
MeV
Jika energi tersebut dinyatakan dengan satuan Joule
(J), di mana 1 MeV = 1.6 x 10-13 J, maka energi yang dilepaskan menjadi :
E = 51,2 x 1022 (MeV) x 1,6 x 10-13 (J/MeV) = 81,92 x
109 J
Dengan menganggap hanya 30 % dari energi itu dapat
diubah menjadi energi listrik, maka energi listrik yang dapat diperoleh dari 1
g 235U adalah :
Elistrik = (30/100) x 81,92 x 109 J = 24,58 x 109 J
Karena 1J = 1 W.s ( E = P.t), maka peralatan
elektronik seperti pesawat TV dengan daya (P) 100 W dapat dipenuhi kebutuhan
listriknya oleh 1 g 235U selama :
t = Elistrik / P = 24,58 x 109 (J) / 100 (W) = 24,58 x
107 s
Angka 24,58 x 107 sekon (detik) sama lamanya dengan
7,78 tahun terus-menerus tanpa dimatikan. Jika diasumsikan pesawat TV tersebut
hanya dinyalakan selama 12 jam/hari, maka energi listrik dari 1 g 235U bias
dipakai untuk mensuplai kebutuhan listrik pesawat TV selama lebih dari 15
tahun.
Contoh perhitungan di atas dapat memberikan gambaran
yang cukup jelas mengenai kandungan energi yang tersimpan di dalam bahan bakar
nuklir. Energi panas yang dikeluarkan dari pembelahan satu kg bahan bakar
nuklir 235U adalah sebesar 17 milyar kilo kalori, atau setara dengan energi
yang dihasilkan dari pembakaran 2,4 juta kg (2.400 ton) batubara. Melihat
besarnya kandungan energi tersebut, maka timbul keinginan dalam diri manusia
untuk memanfaatkan energi nuklir sebagai pembangkit listrik dalam rangka
memenuhi kebutuhan energi dalam kehidupan sehari-hari.
Cara Kerja
Cara kerja PLTN hampir mirip dengan cara kerja
pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar fosil lainnya. Jika PLTU
menggunakan boiler untuk menghasilkan energi panasnya, PLTN menggantinya dengan
menggunakan reaktor nuklir.
PLTU menggunakan bahan bakar batubara, minyak bumi,
gas alam dan sebagainya untuk menghasilkan panas dengan cara dibakar, kemudia
panas yang dihasilkan digunakan untuk memanaskan air di dalam boiler sehingga
menghasilkan uap air, uap air yang didapat digunakan untuk memutar turbin uap,
dari sini generator dapat menghasilkan listrik karena ikut berputar seporos
dengan turbin uap. Perbedaannya pada pembangkit listrik konvensional bahan
bakar untuk menghasilkan panas menggunakan bahan bakar fosil seperti ;
batubara, minyak dan gas. Dampak dari pembakaran bahan bakar fosil ini, akan
mengeluarkan karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida
(Nox), serta debu yang mengandung logam berat. Sisa pembakaran tersebut akan
ter-emisikan ke udara dan berpotensi mencemari lingkungan hidup, yang bisa
menimbulkan hujan asam dan peningkatan suhu global.
Pada PLTN juga memiliki prinsip kerja yang sama yaitu
di dalam reaktor terjadi reaksi fisi bahan bakar uranium sehingga menghasilkan
energi panas, kemudian air di dalam reaktor dididihkan, energi kinetik uap air
yang didapat digunakan untuk memutar turbin sehingga menghasilkan listrik untuk
diteruskan ke jaringan transmisi.
Jenis-Jenis PLTN
Teknologi PLTN dirancang agar energi nuklir yang
terlepas dari proses fisi dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dalam
kehidupan sehari-hari. PLTN merupakan sebuah sistim yang dalam operasinya
menggunakan reaktor daya yang berperan sebagai tungku penghasil panas. Dewasa
ini ada berbagai jenis PLTN yang beroperasi. Perbedaan tersebut ditandai dengan
perbedaan tipe reaktor daya yang digunakannya.
Masing-masing jenis PLTN/tipe reaktor daya umumnya
dikembangkan oleh negara-negara tertentu, sehingga seringkali suatu jenis PLTN
sangat menonjol dalam suatu negara, tetapi tidak dioperasikan oleh negara lain.
Perbedaan berbagai tipe reaktor daya itu bisa terletak
pada penggunaan bahan bakar, moderator, jenis pendinging serta
perbedaan-perbedaan lainnya.
Perbedaan jenis reaktor daya yang dikembangkan antara
satu negara dengan negara lain juga dipengaruhi oleh tingkat penguasaan
teknologi yang terkait dengan nuklir oleh masing-masing negara. Pada awal
pengembangan PLTN pada tahun 1950-an, pengayaan uranium baru bisa dilakukan
oleh Amerika Serikat dan Rusia, sehingga kedua negara tersebut pada saat itu
sudah mulai mengembangkan reaktor daya berbahan bakar uranium diperkaya.
Sementara itu di Kanada, Perancis dan Ingris pada saat itu dipusatkan pada
program pengembangan reaktor daya berbahan bakar uranium alam. Oleh sebab itu,
PLTN yang pertama kali beroperasi di ketiga negara tersebut menggunakan reaktor
berbahan bakar uranium alam. Namun dalam perkembangan berikutnya, terutama
Inggris dan Perancis juga mengoperasikan PLTN berbahan bakar uranium diperkaya.
Sebagian besar reaktor daya yang beroperasi dewasa ini adalah jenis Reaktor Air
Ringan atau LWR (Light Water Reactor) yang mula-mula dikembangkan di AS dan
Rusia. Disebut Reaktor Air Ringan karena menggunakan H2O kemurnian tinggi
sebagai bahan moderator sekaligus pendingin reaktor. Reaktor ini terdiri atas
Reaktor Air tekan atau PWR (Pressurized Water Reactor) dan Reaktor Air Didih
atau BWR (Boiling Water Reactor) dengan jumlah yang dioperasikan masing-masing
mencapai 52 % dan 21,5 % dari total reaktor daya yang beroperasi. Sedang
sisanya sebesar 26,5 % terdiri atas berbagai type reaktor daya lainnya. Berikut
ini akan dibahas lebih lanjut berbagai jenis PLTN yang dewasa ini beroperasi
diberbagai negara.
• Reaktor Air Didih
Pada reaktor air didih, panas hasil fisi dipakai
secara langsung untukmenguapkan air pendingin dan uap yang terbentuk langsung
dipakai untuk memutar turbin. Turbin tekanan tinggi menerima uap pada suhu
sekitar 290 ºC dan tekanan sebesar 7,2 MPa. Sebagian uap diteruskan lagi ke
turbin tekanan rendah. Dengan sistim ini dapat diperoleh efisiensi thermal
sebesar 34 %. Efisiensi thermal ini menunjukkan prosentase panas hasil fisi
yang dapat dikonversikan menjadi energi listrik. Setelah melalui turbin, uap
tersebut akan mengalami proses pendinginan sehingga berubah menjadi air yang
langsung dialirkan ke teras reaktor untuk diuapkan lagi dan seterusnya. Dalam
reaktor ini digunakan bahan bakar 235U dengan tingkat pengayaannya 3-4 % dalam
bentuk UO2.
Pada tahun 1981, perusahaan Toshiba, General Electric
dan Hitachi melakukan kerja sama dengan perusahaan Tokyo Electric Power Co.
Inc. untuk memulai suatu proyek pengembangan patungan dalam rangka meningkatkan
unjuk kerja sistim Reaktor Air Didih dengan memperkenalkan Reaktor Air Didih
Tingkat Lanjut atau A-BWR (Advanced Boiling Water Reactor). Kapasitas A-BWR dirancang
lebih besar untuk mempertinggi keuntungan ekonomis. Di samping itu, beberapa
komponen reaktor juga mengalami peningkatan, seperti peningkatan dalam fraksi
bakar, penyempurnaan sistim pompa sirkulasi pendingin, mekanisme penggerak
batang kendali dan lain-lain.
• Reaktor Air Tekan
Reaktor Air Tekan juga menggunakan H2O sebagai
pendingin sekaligus moderator. Bedanya dengan Reaktor Air Didih adalah
penggunaan dua macam pendingin, yaitu pendingin primer dan sekunder. Panas yang
dihasilkan dari reaksi fisi dipakai untuk memanaskan air pendingin primer.
Dalam reaktor ini dilengkapi dengan alat pengontrol tekanan (pessurizer) yang
dipakai untuk mempertahankan tekanan sistim pendingin primer. Sistim
pressurizer terdiri atas sebuah tangki yang dilengkapi dengan pemanas listrik
dan penyemprot air. Jika tekanan dalam teras reaktor berkurang, pemanas listrik
akan memanaskan air yang terdapat di dalam tangki pressurizer sehingga
terbentuklah uap tambahan yang akan menaikkan tekanan dalam sistim pendingin
primer. Sebaliknya apabila tekanan dalam sistim pendingin primer bertambah,
maka sistim penyemprot air akan mengembunkan sebagian uap sehingga tekanan uap
berkurang dan sistim pendingin primer akan kembali ke keadaan semula. Tekanan
pada sistim pendingin primer dipertahankan pada posisi 150 Atm untuk mencegah
agar air pendingin primer tidak mendidih pada suhu sekitar 300 ºC. Pada tekanan
udara normal, air akan mendidih dan menguap pada suhu 100 ºC.
Dalam proses kerjanya, air pendingin primer dialirkan
ke sistim pembangkit uap sehingga terjadi pertukaran panas antara sistim
pendingin primer dan sistim pendingin sekunder. Dalam hal ini antara kedua
pendingin tersebut hanya terjadi pertukaran panas tanpa terjadi kontak atau
percampuran, karena antara kedua pendingin itu dipisahkan oleh sistim pipa.
Terjadinya pertukaran panas menyebabkan air pendingin sekunder menguap. Tekanan
pada sistim pendingin sekunder dipertahankan pada tekanan udara normal sehingga
air dapat menguap pada suhu 100 ºC. Uap yang terbentuk di dalam sistim
pembangkit uap ini selanjutnya dialirkan untuk memutar turbin.
Dari uraian di atas tergambar bahwa sistim kerja PLTN
dengan Reaktor Air Tekan lebih rumit dibandingkan dengan sistim Reaktor Air
Didih. Namun jika dilihat pada sistim keselamatannya, Reaktor Air Tekan lebih
aman dibandingkan dengan Reaktor Air Didih. Pada Reaktor Air Tekan perputaran
sistim pendingin primernya betul-betul tertutup, sehingga apabila terjadi
kebocoran bahan radioaktif di dalam teras reaktor tidak akan menyebabkan
kontaminasi pada turbin. Sedang pada Reaktor Air Didih, kebocoran bahan
radioaktif yang terlarut dalam air pendingin primer dapat menyebabkan
terjadinya kontaminasi pada turbin. Reaktor Air Tekan juga mempunyai keandalan
operasi dan keselamatan yang sangat baik. Salah satu faktor penunjangnya adalah
karena reaktor ini mempunyai koefisien reaktivitas negatif. Apabila terjadi
kenaikan suhu dalam teras reaktor secara mendadak, maka daya reaktor akan segera
turun dengan sendirinya. Namun karena menggunakan dua sistim pendingin, maka
efisiensi thermalnya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan Reaktor Air
Didih.
• Reaktor Air Berat atau HWR (Heavy Water Reactor)
Reaktor Air Berat merupakan jenis reaktor yang
menggunakan D2O (air berat) sebagai moderator sekaligus pendingin. Reaktor ini
menggunakan bahan bakar uranium alam sehingga harus digunakan air berat yang
penampang lintang serapannya terhadap neutron sangat kecil. PLTN dengan Reaktor
Air berat yang paling terkenal adalah CANDU (Canadian Deuterium Uranium) yang
pertama kali dikembangkan oleh Canada. Seperti halnya Reaktor Air tekan,
Reaktor CANDU juga mempunyai sistim pendingin primer dan sekunder, pembangkit
uap dan pengontrol tekanan untuk mempertahankan tekanan tinggi pada sistim
pendingin primer.
D2O dalam reaktor CANDU hanya dimanfaatkan sebagai
sistim pendingin primer, sedang sistim pendingin sekundernya menggunakan H2O.
Dalam pengoperasian reaktor CANDU, kemurnian D2O harus dijaga pada tingkat 95-99,8
%. Air berat merupakan bahan yang harganya sangat mahal dan secara fisik maupun
kimia tidak dapat dibedakan secara langsung dengan H2O. Oleh sebab itu, perlu
adanya usaha penanggulangan kebocoran D2O baik dalam bentuk uap maupun cairan.
Aliran ventilasi dari ruangan dilakukan secara tertutup dan selalu dipantau
tingkat kebasahannya, sehingga kemungkinan adanya kebocoran D2O dapat diketahui
secara dini.
• Reaktor Magnox atau MR (Magnox Reactor)
Reaktor Magnox menggunakan bahan bakar dalam bentuk
logam uranium atau paduannya yang dimasukkan ke dalam kelongsong paduan
magnesium (Mg). Reaktor ini dikembangkan dan banyak dioperasikan oleh Inggris.
Termasuk dalam reaktor jenis ini adalah reaktor penelitian pertama di dunia
yang dibangun oleh tim pimpinan Enrico Fermi di Chicago, Amerika Serikat.
Reaktor Magnox menggunakan CO2 sebagai pendingin, grafit sebagai moderator, dan
uranium alam sebagai bahan bakar. Panas hasil fisi diambil dengan mengalirkan
gas CO2 melalui elemen bakar menuju ke sistim pembangkit uap. Dari pertukaran
panas ini akan dihasilkan uap air yang selanjutnya dapat dipakai untuk memutar
turbin. Hasil dari usaha dalam penyempurnaan unjuk kerja Reaktor Magnox adalah
diperkenalkannya Reaktor Maju Berpendingin Gas atau AGR (Advanced Gas-cooled Reactor).
Dalam reaktor ini juga menggunakan CO2 sebagai pendingin, grafit sebagai
moderator, namun bahan bakarnya berupa uranium sedikit diperkaya yang dibungkus
dengan kelongsong dari baja tahan karat. Pengayaan bahan bakar ini dimaksudkan
untuk meningkatkan efisiensi thermal dan fraksi bakar bahan bakarnya.
• Reaktor Temperatur Tinggi atau HTR (High Temperature
Reactor)
Reaktor Temperatur Tinggi adalah jenis reaktor yang
menggunakan pendingin gas helium (He) dan moderator grafit. Reaktor ini mampu
menghasilkan panas hingga 750 ºC dengan efisiensi thermalnya sekitar 40 %.
Panas yang dibangkitkan dalam teras reaktor dipindahkan menggunakan pendingin
He (sistim primer) ke pembangkit uap. Dalam pembangkit uap ini panas akan
diserap oleh sistim uap air umpan (sistim sekunder) dan uap yang dihasilkannya
dialirkan ke turbin. Dalam reaktor ini juga ada sistim pemisah antara sistim
pendingin primer yang radioaktif dan sistim pendingin sekunder yang tidak
radioaktif.
Elemen bahan bakar yang digunakan dalam Reaktor Temperatur
Tinggi berbentuk bola, tiap elemen mengandung 192 gram carbon, 0,96 gram 235U
dan 10,2 gram 232Th yang dapat dibiakkan menjadi bahan bakar baru 233U. Proses
fisi dalam teras reaktor mampu memanaskan gas He hingga mencapai suhu 750 oC.
Setelah terjadi pertukaran panas dengan sistim
sekunder, suhu gas He akan turun menjadi 250 ºC. Gas He selanjutnya dipompakan
lagi ke teras reaktor untuk mengambil panas fisi, demikian seterusnya. Dalam
operasi normal, reaktor ini membutuhkan bahan bakar bola berdiameter 60 mm
sebanyak ± 675.000 butir yang diletakkan di dalam teras reaktor. Rata-rata
setiap butir bahan bakar tinggal di dalam teras selama enam bulan pada operasi
beban penuh.
Peranan PLTN dalam Kelistrikan Dunia
Pada Nopember 2005, di seluruh dunia terdapat 441 buah
pembangkit listrik tenaga nuklir yang beroperasi di 31 negara, menghasilkan
tenaga listrik sebesar lebih dari 363 trilyun watt. Reaktor yang dalam tahap
pembangunan sebanyak 30 buah dan 24 negara (termasuk 6 negara yang belum pernah
mengoperasikan reaktor nuklir) merencanakan untuk membangun 104 reaktor nuklir
baru. Saat ini energi listrik yang dihasilkan PLTN menyumbang 16% dari seluruh
kelistrikan dunia, yang secara kuantitatif jumlahnya lebih besar dari listrik
yang dihasilkan di seluruh dunia pada tahun 1960.
Negara-negara di Eropa merupakan negara yang paling
tinggi persentase ketergantungannya pada energi nuklir. Perancis, Lithuania dan
Slovakia merupakan tiga negara yang memiliki ketergantungan listrik pada energi
nuklir yang tinggi, yaitu masing-masing sebesar 78%, 72% dan 55%.
Di masa mendatang, pemakaian energi nuklir akan
berkembang lebih maju lagi, tidak hanya sekedar untuk pembangkit listrik saja,
tetapi juga untuk keperluan energi selain kelistrikan, seperti produksi
hidrogen, desalinasi air laut, dan pemanas ruangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar